Galeri seni Sangkring didirikan oleh Putu Sutawijaya di Nitiprayan, Kasihan, Bantul. Ia merupakan seorang seniman Indonesia yang berinisiatif mendirikan bangunan ini karena keterbatasan ruang gerak bagi para penggiat seni di masa itu.
Secara garis besar, galeri ini terbagi dalam tiga ruang. Pertama adalah galeri pamer yang diresmikan pada 31 Mei 2007. Ruangan ini mampu mengakomodir pameran seni rupa dengan berbagai medium karya. Beberapa di antaranya adalah lukisan, patung, dan seni instalasi.
Kedua adalah Sangkring Art Project yang diresmikan pada 18 Maret 2011. Ini merupakan ruang alternatif yang mengedepankan laku proyek seni eksperimental para seniman dengan berbagai latar belakang. Ruangan ini didesain sebagai ruang yang lebih ramah dan terbuka untuk aktivitas kolaborasi lintas disiplin ilmu.
Baca juga : Karakteristik Arsitektur Andy Rahman, Menghadirkan Nuansa Nusantara dalam Hunian Modern
Ruang ketiga adalah Bale Banjar Sangkring yang diadaptasi dari spirit lokal masyarakat Bali. ruang ini merupakan public space yang dapat diakses siapapun. Selain itu, ruang ini juga dapat dijadikan sebagai ruang dialog pegiat seni yang membuka kemungkinan terhadap segala interaksi.
Arsitektur Sangkring
Ketika kita menuju ke area entrance, kita akan langsung bertemu dengan elemen air berupa kolam kecil. Yang menarik dari area ini adalah penggunaan kaca double sebagai jembatan. Kaca tersebut memiliki ketebalan masing-masing kurang lebih 1 cm.

Kemudian, kita memasuki ruang pameran. Struktur bangunan yang dipakai menggunakan struktur bentang lebar dan dinding ruangan yang didominasi oleh warna putih. Ruangan ini juga memiliki ceiling atau langit-langit yang cukup tinggi sehingga dapat memberikan kesan yang lebih luas.

Pencahayaan dalam ruangan ini menggunakan pencahayaan buatan jenis lampu spotlight yang diarahkan langsung pada setiap karya seni. Selain itu juga terdapat lampu downlight yang ada pada area entrance atau pintu masuk. Sedangkan untuk pencahayaan alami dilakukan dengan memasang jendela kaca di beberapa sisi bangunan.
Baca juga : Mengulas Arsitektural Galeri Seni
Lantai dua pada bangunan ini memiliki interior yang kurang lebih sama dengan di lantai satu. Akan tetapi, perbedaannya terletak pada penggunaan pelapis vinyl dengan motif kayu pada lantainya. Di lantai ini, struktur atap yang digunakan adalah struktur baja dan dilengkapi oleh rooftop. Fungsi dari rooftop ini tidak hanya sebagai pembayas, melainkan juga dapat digunakan sebagai loading dock untuk memindahkan karya seni dari lantai satu ke lantai dua. Pencahayaan di lantai ini hanya menggunakan pencahayaan alami dari indirect lighting di bagian atapnya.

Beralih ke gedung selanjutnya yang cenderung kurang rapi dibandingkan dengan gedung sebelumnya. Gedung ini memiliki tampilan yang memberikan kesan sederhana tanpa polesan. Dinding tampak jelas terlihat dari beton pre-cast yang diekspos. Gedung ini juga memiliki area loading dock yang menghubungkan kedua lantai.
Di gedung terakhir, terdapat dua lantai yang memberikan kesan tampilan rapi dilengkapi warna merah yang mendominasi eksteriornya. Bangunan ini dimanfaatkan oleh seniman-seniman mudauntuk memamerkan karya instalasi maupun karya patung. Pencahayaan pada ruangan ini menggunakan pencahayaan buatan dari spotlight dan pencahayaan alami dari skylight.
Baca juga : Tips Mendesain Foyer Sederhana dan Menarik
Sumber: